Kamis, 09 Januari 2014

PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR


A. Pengertian Pendidikan Karakter
  
     Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu:
1.    Afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis.
2.    Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.    Psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.

    Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
    Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
    Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
    Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi mesin yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Ki Hadjar Dewantara dari Taman Siswa di Yogyakarta bulan Oktober 1949 pernah berkata bahwa "Hidup haruslah diarahkan pada kemajuan, keberadaban, budaya, dan persatuan”. Sedangkan menurut Prof. Wuryadi, manusia pada dasarnya baik secara individu dan kelompok, memiliki apa yang jadi penentu watak dan karakternya yaitu dasar dan ajar. Dasar dapat dilihat sebagai apa yang disebut modal biologis (genetik) atau hasil pengalaman yang sudah dimiliki (teori konstruktivisme), sedangkan ajar adalah kondisi yang sifatnya diperoleh dari rangkaian pendidikan atau perubahan yang direncanakan atau diprogram.
B. Pentingnya Pendidikan Karakter di sekolah

Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.

Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.  Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif  tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan  karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia negeri maupun swasta.  Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.
Melalui program ini diharapkan lulusan SMP memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai berikut:
  1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
  2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
  3. Menunjukkan sikap percaya diri;
  4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
  5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
  6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
  7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
  8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;
  9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;
  10. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
  11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
  12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
  13. Menghargai karya seni dan budaya nasional;
  14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
  15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik;
  16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
  17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat;
  18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
  19. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
  20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;
  21. Memiliki jiwa kewirausahaan.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan  karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.
C. Pendidikan Karakter di SD
       
      Faktor kelurga sangat berperan dalam membentuk karakter anak. Namun kematangan emosi social ini selanjutnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekolah sejak usia dini sampai usia remaja. Bahkan menurut Daniel Goleman, banyaknya orang tua yang gagal dalam mendidik anak-anak, kematangan, emosi sosial anak dapat dikoreksi dengan memberikan latihan pendidikan karakter kepada anak-anak di sekolah terutama sejak usia dini.
Sekolah adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.
Indonesia belum mempunyai pendidikan karakter yang efektif untuk menjadikan bangsa Indonesia yang berkarakter (tercermin dari tingkah lakunya). Padahal ada beberapa mata pelajaran yangberisikan tentang pesan-pesan moral, misalnya pelajaran agama, kewarganegaraan, dan pancasila. Namun proses pembelajaran yang dilakukan adalah dengan pendekatan penghafalan (kognitif). Para siswa diharapkan dapat menguasai materi yang keberhasilannya diukur hanya dengan kemampuan anak menjawab soal ujian (terutama dengan pilihan berganda). Karena orientasinya hanyalah semata-mata hanya untuk memperoleh nilai bagus, maka bagaimana mata pelajaran dapat berdampak kepada perubahan perilaku, tidak pernah diperhatikan. Sehingga apa yang terjadi adalah kesenjangan antara pengetahuan moral (cognition) dan perilaku (action). Semua orang pasti mengetahui bahwa berbohong dan korupsi itu salah dan melanggar ketentuan agama, tetapi banyak sekali orang yang tetap melakukannya. Tujuan akhir dari pendidikan karakter adalah bagaimana manusia dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral.
Menurut Berman, iklim sekolah yang kondusif dan keterlibatan kepala sekolah dan para guru adalah faktor penentu dari ukuran keberhasilan interfensi pendidikan karakter di sekolah. Dukungan saran dan prasarana sekolah, hubungan antar murid, serta tingkat kesadaran kepala sekolah dan guru juga turut menyumbang bagi keberhasilan pendidikan karakter ini, disamping kemampuan diri sendiri (melalui motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya) yang mampu menyampaikan konsep karakter pada anak didiknya dengan baik.
D. Pentingnya Pendidikan Karakter di SD

       Pendidikan karakter pada anak usia sekolah dasar, dewasa ini sangat diperlukan dikarenakan saat ini Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak bangsa. Karakter di sini adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, bepikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan tersebut berupa Sejumlah nilai moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat pada orang lain, disiplin, mandiri, kerja keras, kreatif.
Berbagai permasalahan yang melanda bangsa be¬la¬kangan ini ditengarai karena jauhnya kita dari karakter. Jati diri bangsa seolah tercabut dari akar yang sesungguhnya. Se¬hingga pendidikan karak¬ter menjadi topik yang hangat di bicarakan belakangan ini. Menurut Prof. Suyanto, Ph.D,”karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.” Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mem¬pertang¬gungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pembentukan karakter meru¬pakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berani memikul resiko, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertaqwa, berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat, demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria,  komitmen, kooperatif, kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri, produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap mental, sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya.
Sejatinya pendidikan karakter ini memang sangat penting dimulai sejak dini. Sebab falsafah menanam sekarang menuai hari esok adalah sebuah proses yang harus dilakukan dalam rangka membentuk karakter anak bangsa. Pada usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age) terbukti sangat menen¬tukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar lima puluh persen variabilitas kecer-dasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia empat tahun. Peningkatan tiga puluh persen berikutnya terjadi pada usia delapan tahun (SD), dan dua puluh persen sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua (SMP).
Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertum¬buhan karakter anak. Setelah keluar¬ga, di dunia pendidikan karakter ini sudah harus menjadi ajaran wajib sejak sekolah dasar.
Anak-anak adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa di kemudian hari. Karakter anak-anak yang terbentuk sejak sekarang akan sangat menentukan karakter bangsa di kemudian hari. Karakter anak-anak akan terbentuk dengan baik, jika dalam proses tumbuh kembang mereka mendapatkan cukup ruang untuk mengekspresikan diri secara leluasa.
E. Prinsip Pendidikan Karakter di SD

Langkah terakhir adalah dengan memperhatikan prinsip-prinsip penerapan pendidikan karakter. Character Education Quality Standards merekomendaikan sebelas prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebagai berikut:
1.    Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
2.    Mengidentifikasikan karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku.
3.    Mengguanakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter.
4.    Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
5.    Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang baik.
6.    Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses.
7.    Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri para siswa.
8.    Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter yang setia kepada nilai dasar yang sama.
9.    Adanya pembagian kepimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.
10.    Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.
11.    Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa


 

Senin, 29 April 2013

ASSESMENT PORTOFOLIO DAN ASSESMENT KINERJA


                                               ASSESMENT PORTOFOLIO
A.      Tujuan Portofolio
Tujuan portofolio ditetapkan berdasarkan apa yang harus dikerjakan dan siapa yang akan menggunakan jenis portofolio. Dalam penilaian di kelas, portofolio dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan antara lain :
1.    Menghargai perkembangan yang di alami siswa.
2.     Mendokumentasikan proses pembelajaran yang berlangsung.
3.    Memberi perhatian pada prestasi kerja siswa yang terbaik.
4.    Merefleksikan kesanggupan mengambil resiko dan melakukan eksperimental
5.    Meningkatkan efektifitas proses pengajaran.
6.    Bertukar informasi dengan orang tua wali siswa dan guru lain.
7.    Membina dan mempercepat pertumbuhan konsep diri positif pada siswa.
8.    Meningkatkan kemampuan melakukan refleksi diri.
9.    Membantu siswa dalam merumuskan tujuan

B.       Prinsip Portofolio
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dan dijadikan sebagai pedoman dalam penggunaan penilaian portofolio di sekolah antara lain :
a.    Saling percaya (mutual trust) antara guru dan siswa
Dalam proses penilaian portofolio Guru dan siswa harus memiliki rasa saling mempercayai. Mereka harus merasa sebagai pihak-pihak yang saling memerlukan dan memiliki semangat untuk saling membantu. Oleh karena itu, mereka harus saling terbuka dan jujur satu sama lain. Dengan demikian, akan terwujud hubungan yang wajar dan alami, yang memungkinkan proses pendidikan berlangsung dengan baik.
b.    Kerahasiaan bersama (confidentiality) antara guru dan siswa
Kerahasiaan hasil pengumpulan bahan dan hasil penilaiannya perlu dijaga dengan baik, tidak disampaikan kepada pihak-pihak lain yang tidak berkepentingan. Pelanggaran terhadap norma ini, selain menyangkut etika, juga dapat member dampak negative kepada proses pendidikan anak siswa.
c.    Milik bersama (joint ownership) antara siswa dan guru
Guru dan siswa perlu merasa memiliki bersama berkas portofolio. Oleh karena itu, guru dan siswa perlu menyepakati bersama di mana hasil karya yang telah dihasilkan siswa akan disimpan, dan bahan-bahan baru yang akan dimasukkan. Dengan demikian siswa akan merasa memiliki terhadap hasil kerja mereka, dan akhirnya akan tumbuh rasa tanggung jawab pada diri mereka.
d.   Kepuasan (satisfaction)
Hasil kerja potofolio seyogyanya berisi keterangan-keterangan dan atau bukti-bukti yang memuaskan bagi guru dan siswa. Portofolio hendaknya juga merupakan bukti prestasi cemerlang siswa dan keberhasilan pembinaan guru.
e.    Kesesuaian (relevance)
Hasil kerja yang dikumpulkan adalah hasil kerja yang berhubungan denga tujuan pembelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajaran dalam kurikulum.
f.     Penilaian proses dan hasil
Penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses belajar yang dinilai misalnya diperoleh dari catatan perilaku harian siswa (anecdot) mengenai sikapnya dalam belajar, antusias tidaknya dalam mengikuti pelajaran dan sebagainya. Aspek lain dari penilaian portofolio adalah penilaian hail, yaitu menilai hasil akhir suatu tugas yang diberikan oleh guru.
C.      Fungsi Portofolio
Portofolio tidak hanya merupakan tempat penyimpanan hasil pekerjaan siswa, tetapi juga merupakan sumber informasi untuk guru dan siswa. Portofolio berfungsi untuk mengetahui perkembangan pengetahuan siswa. Portofolio memberikan bahan tindak lanjut dari suatu pekerjaan yang telah dilakukan siswa sehingga guru dan siswa berkesempatan untuk mengembangkan kemampuannya. Portofolio dapat pula berfungsi sebagai alat untuk melihat:
1.      Perkembangan tanggungjawab siswa dalam belajar.
2.       Perluasan dimensi belajar.
3.      Pembaharuan kembali proses belajar-menagajar.
4.       Penekanan pada pengembangan padangan siswa dalam belajar.
D.    Perbedaan Tes dan Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio memiliki kelebihan dalam beberapa hal, terutama lebih objektif dilihat dari hasil kerja siswa yang dilakukannya, dan secara langsung berhubungan dengan proses kegiatan belajar mengajar. Perbedaan antara penilaian portofolio dan tes sebagai alat evaluasi adalah sebagai berikut:
No
Tes
Portofolio
1.
Menilai siswa berdasarkan sejumlah tugas yang terbatas.
Menilai siswa berdasarkan seluruh tugas dan hasil kerja yang berkaitan denga kinerja yang dinilai.
2.
Yang menilai hanya guru berdaarkan masuakan yang terbatas.
Siswa turut serta dalam menilai kemajuan yang dicapai dalam penyelesaian berbagai tugas dan perkembangan yang berlangsung selama proses pembelajaran.
3.
Menilai semua siswa dengan menggunakan satu kriteria.
Menilai setiap siswa berdasarkan pencapaian masing-masing dengan mempertimbangkan juga faktor perbedaan individual.
4.
Proses penilaian tidak kolaboratif (tidak ada kerja sama terutama antara guru, siswa dan orang tua).
Mewujudkan proses penilaian yang kolaboratif.

5.
Penilaian diri oleh siswa bukan merupakan sutau suatu tujuan.
Siswa menilai dirinya sendiri menajadi suatu tujuan.
6.
Yang mendapatkan perhatian dalam penilaian hanya pencapaian.
Yang mendapatkan perhatian dalam penialain meliputi kemajuan, usaha, dan pencapaian.
7.
Terpisah antara kegiatan pembelajaran, testing dan pengajaran.
Terkait erat antara kegiatan penilaian, pengajaran dan pembelajaran.

D.    Bentuk Portofolio
Menurut Nitko, secara umum penilaian portofolio dapat dibedakan menjadi 5 bentuk yaitu:
1)   Portofolio ideal (ideal portofolio)
2)   Portofolio penampilan (show portofolio)
3)    Porofolio dokumentasi (documentary portofolio)
4)   Portofolio evaluasi (evaluation portofolio)
5)   Portofolio kelas (classroom portofolio)
Sedangkan menurut Fosters dan Masters ( 1998 ) membedakan penilaian portofolio dalam 3 kelompok yaitu :
a.         Portofolio kerja (working portofolio)
Portofolio kerja adalah usaha mandiri yang telah dilakukan siswa atau usaha bersama dari kelompok siswa. Hal-hal yang harus dilakukan siswa dan dinilai dalam penilaian portofolio antara lain berupa draft, pekerjaan yang belum selesai, atau pekerjaan terbaik yang bisa dilakukan siswa.
Berbagai macam tugas yang setara atau yang berbeda disajika kepada siswa siswa boleh memilih tugas-tugas yang dianggap cocok untuk mereka. Guru juga dapat memutuskan apa yang harus dikerjakan siswa. Siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam mengerjakan tugas tertentu. Portofolio kerja menyediakan data tentang:
1)        Cara siswa mengorganisasi dan mengelola kerja
2)        Ditunjukkan melalui prestasi belajar siswa (chievement)
Hasil kerja siswa dalam penilaian siswa dan  portofolio jenis ini digunakan dalam diskusi antara siswa dan guru. Ini akan membuat guru mengenal kemajuan siswa dan memungkinkan guru menolong siswa untuk mengidentifikasi kelemahan, kelebihan serta kelayakan dalam merancang dan meningkatkan pengajaran.
b.         Portofolio dokumentasi (documentary portofolio)
Portofolio dokumentasi adalah koleksi hasil kerja siswa yang khusus digunakan untuk penilaian. Tidak seperti portofolio kerja yang pengkoleksiannya dilakukan dari hari ke hari, dokumentasi portofolio adalah seleksi hasil kerja terbaik siswa yang akan diajukan dalam penilaian. Dengan demikian portofolio dokumentasi adalah koleksi dari sekumpulan hasil kerja siswa selama kurun waktu tertentu.
Portofolio dokumentasi tidak hanya berisi hasil kerja siswa, tetapi semua proses yang digunakan oleh siswa untuk menghasilkan karya tertentu. Portofolio dokumentasi dalam penilaian portofolio bahasa inggris, misalnya mungkin tidak hanya berisi tentang hasil akhir tulisan siswa, tetapi juga berbagai macam draf  dan komentar siswa tentang hasil tersebut. Draf dan komentar siswa harus dipilih untuk menyajikan draf yang paling bagus dari yang dihasilkan siswa. Semua ini dilakukan dalam rangka menunjukkan proses penilaian, dan guru dapat menggunakannya sebagai bahan penilaian dan pengkajian tentang bagaimana siswa merencanakan, dan menghasilkan tulisan serta cara mereka menulis.
Kegunaan portofolio dokumentasi sebagai sumber portofolio bergantung pada:
1)   Bagaimana hasil karya siswa berhubungan dengan indicator hasil belajar yang telah diterapkan, dan
2)   Isi penilaian portofolio yang dihasilkan siswa menunjukan kelemahan dan kelebihan siswa
Isi penilaian portofolio harus menyajikan suatu bukti yang berkaitan dengan kompetensi dasar dan indicator pencapaian haisil belajar yang telah ditentukan. Untuk menunjukkan hal ini, kegiatan belajar mengajar harus sesuai dengan indicator pencapaian hasil belajar yang telah ditentukan. Jika kemampuan problem solving sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran matematika misalnya, tetapi kegiatan belajar mengajar dikelas hanya memfokuskan pada latihan menghitung, maka hasil kerja siswa tidak akan menunjukan hasil kerja yang berkaitan dengan  problem solving sebagai bagian dari documentary portofolio dokumentasi, melainkan hanya menghitung.
c.         Portofolio penampilan (show portofolio)
Portofolio penampilan (show fortofolio) digunakan untuk memilih hal-hal yang paling baik yang menunjukan bahan atau pekerjaan  terbaik yang dihasilkan oleh siswa. Portofolio pertunjukan bertujuan untuk menyeleksi pekerjaan terbaik yang dilakukan oleh siswa. Tidak seperti portofolio dokumentasi, portofolio pertunjukan tidak mencakup proses pekerjaan, perbaikan dan penyempurnaan pekerjaan siswa. Portofolio pertunjukan di gunakan untuk tujuan seperti seleksi, sertifikasi, maupun penilaian kelas. Untuk tujuan yang lebih rumit, yang sangat memerlukan perbandingan, validitas perbandingan haruslah benar-benar diperhatikan oleh beberapa penilai adalah perlunya reliabilitas, yaitu apakah skor yang diberikan kepada hasil kerja siswa konsisten. 


Prinsip-prinsip  khusus  untuk  mengimplementasikan penilaian portofolio

Untuk  keberhasilan  penilaian  portofolio,  ada  sejumlah  prinsip  yang  harus dipegang teguh oleh guru, yaitu:
1.    Akurasi data, artinya karya  siswa yang dapat dijadikan portofolio adalah kumpulan  dokumen  peserta  didik  pada  tahun  pelajaran  yang  sedang berlangsung.
2.    Ketepatan  waktu,  artinya  karya  anak  dibuat  berdasarkan  tahapan indicator  yang  harus  dipelajari,  jangan  samapi  ditumpuk  diakhir  atau dikerjakan dalam satu waktu, tetapi dipetakan dalam kurun semester.
3.    Kelengkapan informasi, artinya evidence yang dikumpulkan anak lengkap mulai  dari    apa  yang  dipelajari,  apa  yang  pernah  dikerjakan,  berikut lembar kerja dan hasil-hasil pekerjaan yang dikerjakan.
4.    Keterbacaan dokumen, artinya dokumen portofolio harus dalam keadaan yang  jelas  terbaca,  sehingga  setiap  saat  diperlukan  dapat  segera diperoleh informasinya.
5.    Kepraktisan  dokumen,  artinya  karya  siswa  yang  beragam  bentuk  harus disesuaikan dalam satu bendelan atau satu set bendelan.
6.    Perencanaan.  Kemungkinan  siswa  dapat menghasilkan  banyak  evidence maka guru harus merencanakan secara cermat, kapan? Pada materi yang mana? Berapa banyak? Evidence menjadi tagihan bagi anak.
7.    Penataan  dokumen.  Untuk  kepentingan  penggunaan  dokumen,  maka guru  menata  evidence  apakah  berdasarkan  kelompok  evidence,  atau berdasar waktu pengumpulan atau kategori lainnya.
8.    Pengadministrasian  dokumen.  Setiap  karya  yang  mendukung  terhadap pencapaian  kompetensi  peserta  didik  harus  dicatat  dalam  buku  harian anak atau buku catatan nilai anak.
Serangkaian gagasan yang diperlukan guru ketika mereka merancang penilaian portofolio. Gagasan ini mencakup tujuan portofolio, isi, seleksi dan penilaian. Ringkasan check list tentang merancang penilaian portofolio juga disajikan di bagian akhir.           
1.    Penentuan Tujuan
Beberapa hal yang sangat penting dalam penentuan tujuan penilaian porfolio adalah sebagai:
a.    Guru harus menentukan tujuan portofolio, apakah guru akan memantau proses atau mengevaluasi hasil akhir (product).
b.    Guru harus menetapkan apakah penggunaan portofolio untuk proses mengajar atau sebagai alat untuk penilaian.
c.    Guru harus menetapkan apakah portofolio dilakuakan dalam memantau perkembangan siswa ataukah guru hanya bermaksud mengoleksi hasil kerja siswa.
d.   Penentuan tujuan portofolio akan sangat berpengaruh terhadap penggunaan jenis portofolio (penilaian portofolio kerja, penilaian portofolio dokumentasi, atau penilaian portofolio pertunjukkan).
e.    Jika guru ingin mengevaluasi baik proses maupun hasil portofolio siswa, mungkin guru akan menggunakan portofolio dokumentasi.
f.     Guru harus menentukan pihak yang akan terjadi audience dan untuk apakah portofolio digunakan? Apakah portofolio digunakan untuk menunjukkan proses belajar mengajar yang sedang berlangsung kepada orang tua, penilaian pada akhir tahun pelajaran, pada akhir jenjang pendidikan, atau untuk memantau sistem.
Bagaimana anda menjawab keenam hal tersebut di atas akan berpengaruh pada isi dan seleksi portofolio kriteria yang digunakan untk melaporkan hasil belajar yang dicapai siswa.
2.     Isi Portofolio
Beberapa hal yang sangat penting dalam penentuan isi penilaian portofolio adalah sebagai berikut:
a.    Guru harus menentukan apakah isi portofolio yang akan dilaksanakan.
b.    Guru harus menentukn relevansi antara hasil karya siswa dengan tujuan yang akan dinilai. Apakah penilaian diri (self assesment), open ended, essay, audio akan digunakan sebagai bagian penilaian portofolio? Apakah guru akan memperbolehkan hasil kerjasama siswa?
c.    Guru harus menunjukkan hubungan antara pencapaian hasil belajar siswa dengan kompetensi dasar dan indikator pencapaian hasil belajar yang telah ditentukan daam Kompetensi Berbasis Kompetensi.
d.   Guru harus menunjukkan seberapa banyak portofolio akan digunakan sebagai bahan penilaian? Akankah portofolio berisi hasil karya siswa yang begitu banyak dan luas atau hanya berisi hasil karya pilihan saja? Apakah seluruh karya siswa yang terpilih dapat menunjukkan kompetensi dasar dan atau indikator pencapaian hasil belajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum berbasis kompetensi.
3.    Seleksi
Beberapa hal yang sangat penting dalam evaluasi hasil belajar siswa untuk portofolio adalah sebagai berikut:
a.     Guru harus menentukan pihak yang melakukan seleksi terhadap hasil karya siswa. Apakah siswa atau guru yang akan bertanggung jawab dalam melakuakn seleksi hasil karya siswa? Apakah siswa bekerjasama dengan guru dalam melakukan seleksi hasil karya siswa?
b.    Guru harus menentuka cara penseleksian terhadap hasil karya siswa?
c.     Guru harus menetukan dengan cara apakah pemilihan hasil karya siswa dilakukan, khususnya dalam rangka meningkatkan refleksi diri dan penilaian diri? Apakah guru akan mengembangkan prosedur untuk melaksanakan seleksi? Dapatkah anda menggunakan proses selksi ini untuk melihat lebih dalam tentang kemampuan siswa?
d.    Guru harus menentukan prosespenilaian portofolio di kelas. Sistem apakah yang digunakan untuk melaksanakan portofolio? Siapakah yang memiliki aksis ke portofolio dan kapan? (Lihat penilaian porofolio dokumnetasi). Dapatkah guru menggunakan proses ini untuk melihat lebih dalam tentang kemampuan siswa?
4.    Pengamatan dan Penilaian
Beberapa hal yang penting dalam pengamatan dan penilaian adalah sebagai berikut:
a.    Guru harus membedakan antara penilian portofolio secara individual dan secara kelompok. Untuk memahami hal ini perhatikan kembali bab tentang penilaian portofolio dokumentasi dan penilaian portofolio pertunjukan.
b.    Guru harus membuat penilaian portofolio sesuai mungkin dengan kompetensi dasar maupun dengan indikator pencapaian hasil belajar yang telah ditentukan.
c.    Guru harus membuat penilaian portoflolio individu dan kelompok ini sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator pencapaian hasil belajar yang telah ditentukan.
d.   Guru harus memastikan dengan benar kriteria yang akan digunakan dalam penilaian portofolio baik yang digunakan untuk kelompok maupun untuk siswa secara individu.
e.    Kriteria yang dikebangkan harus sesuai dengan indikator pencapaian hasil belajar.
f.     Kriteria yang dikembangkan harus mencakup rentang kemampuan yang jelas mulai dari kemampuan yang kurang sampai kemampuan yang baik.
g.    Kriteria yang dikembangkan juga harus mudah dikomunikasikan kepada siswa, orang tua, atau pun pihak lain sehingga mereka dapat dengan mudah memahami kriteria yang dimaksud.
h.    Kriteria penilaian haruslah terbebas dari perbedaan jenis kelamin siswa. Jangan sampai terjadi lebih baik untuk laki-laki atau sebaliknya.
i.      Kriteria penilaian harus dapat digunakan oleh siapa saja (guru yang berbeda) dan dapat menghasilkan pegertian yang sama untuk hasil kerja yang sama
 


ASSESMENT KINERJA




A.  Pengertian
Assesment kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauh mana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja tersebut.
Assesment kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan sebagai basis untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian program tersebut.
Secara sederhana asesmen ini menilai proses perolehan, penerapan pengetahuan dan ketrampilan melalui proses pembelajaran yang menunjukkan kemampuan peserta didik dalam proses maupun produk. (Brualdy, 1998) Dalam asesmen kinerja, evaluasi tidak dilakukan dengan menyuruh peserta didik menjawab atau memilih jawaban dari sederetan kemungkinan jawaban yang tersedia akan tetapi peserta didik diharuskan menjelaskan dengan kata-kata atau caranya sendiri yang dapat menunjukkan penguasaannya terhadap suatu hal atau peristiwa.
Asesmen kinerja: bentuk asesmen yang memungkinkan siswa mendemonstrasikan serangkaian keterampilan atau perilaku, produk, serta dalam konteks tertentu yang mendemonstrasikan keduanya. Target asesmen kinerja: pengetahuan,penalaran, keterampilan, produk, dan afektif (Stiggins, 1994). Jenisnya bervariasi, antara lain performance assessment project dan performance assessment task(Campbell et al., 2000).

B.  Tujuan Assesment Kinerja
Performance assessment  bertujuan untuk mengetahui seberapa baik subyek belajar telah mampu mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan sasaran pembelajaran yang telah ditentukan dan berfokus pada penilaian secara langsung yakni dalam arti langsung dari kinerja atau apa yang ditampilkan oleh peserta didik, berlangsung kontinyu, dengan mengkaitkannya  dengan berbagai permasalahan nyata yang dihadapi peserta didik.
C.  Komponen Assesment Kinerja
Terdapat tiga komponen utama dalam assesment kinerja, yaitu tugas kinerja, rubric performansi, dan cara penilaian.
1.    Tugas Kinerja (Performance Task)
Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Contoh Tugas dalam Pembuatan assesment kinerja dalam bidang TI adalah sebagai berikut.
Lakukanlah penelitian sederhana mengenai gangguan worm terhadap pengaruh kinerja komputer dan keruasakan system yang diakibatkannya, lakukan kegiatan dengan melakukan survei kepada beberapa user komputer yang sering mengalami gangguan terhadap worm . Anda dapat memilih satu atau semua faktor yang memungkinkan worm tersebut dapat menginfeksi komputer :
a.    Internet
b.    Media penyimpanan data
Tugas ini meliputi :
a.    Pengembangan rancangan penelitian (termasuk proposal sederhana)
b.     Pengembangan instrument yang diperlukan untuk mengumpulkan data
c.    Pengumpulan data
d.   Analisis data
e.    Penulisan laporan penelitian
f.      Penyampaian laporan secara lisan dalam suatu seminar kelas
2.    Rubrik Performansi (Performance Rubrics)
Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu  performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Rubrik adalah kunci penskoran yang menggambarkan berbagai tingkat kualitas kemampuan dari yang sempurna sampai yang kurang untuk menilai satu tugas, keterampilan, proyek, esai, laporan penelitian, atau kinerja spesifik. Contoh rubric berdasarkan tugas kinerja diatas adalah sebagai berikut.



Rubrik diartikan sebagai kriteria penilaian yang bermanfaat membantu guru untuk menentukan tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan. Sebagai kriteria dan alat penskoran rubric terdiri dari senarai yaitu daftar kriteria yang diwujudkan dengan dimensi-dimensi kinerja, aspek-aspek atau konsep-konsep yang akan dinilai, dan gradasi mutu, mulai dari tingkat yang paling sempurna sampai dengan tingkat yang paling buruk.


          Tujuan Menggunakan Rubrik
Tujuan menggunakan rubrik adalah untuk memberikan umpan balik tentang kemajuan kerja siswa dan memberikan evaluasi yang rinci mengenai produk akhir.
Banyak ahli pendidikan percaya bahwa rubrik meningkatkan hasil akhir siswa dan oleh karena itu dapat meningkatkan belajarnya. Ketika para guru menilai makalah atau proyek dengan menggunakan rubrik, mereka dapat melihat dengan jelas dan juga mengukur kualitas produk siswa. Kalau para siswa sudah menerima rubrik sebelum memulai tugas, mereka memahami bagaimana kinerja mereka akan dievaluasi, dan mereka dapat menyiapkan untuk itu. Dengan mengembangkan kisi-kisi dan memberikannya kepada para siswa, guru memberikan panduan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas kerja mereka dan meningkatkan pengetahuan mereka. Sekali rubrik sudah dibuat, rubrik dapat digunakan untuk berbagai kegiatan. Rubrik tersebut dapat diubah sedikit dan digunakan untuk berbagai kegiatan berikutnya. Hal yang berubah adalah kompetensi siswa dan strategi pembelajaran guru. Oleh karena itu, guru tidak perlu membuat rubrik baru untuk setiap kegiatan.
Banyak keuntungan yang dapat diperoleh bila guru menggunakan rubrik, diantaranya:
a.    Guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan memberikan focus, penekanan dan perhatian pada rincian tertentu sebagai model untuk siswa.
b.    Siswa mempunyai pedoman yang jelas mengenai apa yang diharapkan guru.
c.    Siswa dapat menggunakan rubrik sebagai alat untuk mengembangkan kemampuannya.
d.   Guru dapat menggunakan kembali rubrik tersebut untuk berbagai kegiatan berikutnya yang sejenis.
D.      Cara Penilaian (Scoring Guide)
Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu
1.        Holistic Scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi.
2.        Analytic Scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu performansi.
3.        Primary Traits Scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi.
E.       Kriteria Penilaian Assesment Kinerja
Untuk mengetahui apakah penilaian kinerja (performance assessment) dapat dianggap berkualitas atau tidak, terdapat tujuh kriteria yang perlu diperhatikan oleh evaluator. Ketujuh kriteria ini sebagaimana diungkap oleh Popham (1995) yaitu:
1.      Generability : apakah kinerja peserta tes (students performance) dalam melakukan tugas yang diberikan tersebut sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas-tugas lain? Semakin dapat digeneralisasikan tugas-tugas yang diberikan dalam rangka penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment) tersebut, dalam artian semakin dapat dibandingkan dengan tugas yang lainnya maka semakin baik tugas tersebut. Hal ini terutama dalam kondisi bila peserta tes diberikan tugas-tugas dalam penilaian keterampilan (performance assessment) yang berlainan.
2.      Authenticity: apakah tugas yang diberikan tersebut sudah serupa dengan apa yang sering dihadapinya dalam praktek kehidupan sehari-hari?
3.      Multiple foci: apakah tugas yang diberikan kepada peserta tes sudah mengukur lebih dari satu kemampuan-kemampuan yang diinginkan (more than one instructional outcomes)?
4.      Teachability: apakah tugas yang diberikan merupakan tugas yang hasilnya semakin baik karena adanya usaha mengajar guru di kelas? Jadi tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment) adalah tugas-tugas yang relevan dengan yang dapat diajarkan guru di dalam kelas.
5.      Fairness: apakah tugas yang diberikan sudah adil (fair) untuk semua peserta tes. Jadi tugas-tugas tersebut harus sudah dipikirkan tidak ”bias” untuk semua kelompok jenis kelamin, suku bangsa, agama, atau status sosial ekonomi.
6.      Feasibility: apakah tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment) memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor-faktor seperti biaya, ruangan (tempat), waktu, atau peralatannya?
7.      Scorability: apakah tugas yang diberikan nanti dapat diskor dengan akurat dan reliabel? Karena memang salah satu yang sensitif dari penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment) adalah penskorannya.
 
sumber: 
Anderson dkk. 2010. kerangka landasan untuk pembelajaran, pengembangan dan assesment. Yogyakarta: Pustaka belajar